Dalam kesan
selewatan, hidangan klasik Bali, babi guling, merupakan sebuah temuan
yang aneh di negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Mengapa
semakin saya tua, semakin sering saya disuguhkan tarian tradisional
(sesuatu yang saya benci), ketika bepergian ke luar negeri?Saya berada di Bali; khususnya di Rimba, sebuah hotel yang nyaman dekat Jimbaran, dengan bar, restoran dan kolam renang berkesan tanpa batas di tepi laut , yang membuat Anda senantiasa merasa puas. Betapa pun saya memilih menonton tari saat itu untuk alasan lain: untuk mencoba babi guling, hidangan klasik Bali. Dan itu hanya dihidangkan selama acara pertunjukkan tari tradisional Bali.
Maka saya pun mengarahkan diri saya untuk menonton pertunjukan satu jam, lengkap dengan kostum yang rumit dan jalan cerita yang tidak bisa saya pahami. Tetapi yang buat saya penting adalah piring berisi daging babi di depan saya, irisan babi panggang yang segar. Saya mengambil satu potong dan saya pun menatap surge di atas sana. Daging babi itu sangat lembut, juicy dan dilumuri dengan bawang putih, jahe dan kunyit. Saya pikir ini sangat setimpal. Ketika orang yang berusia 20 tahun lebih tua dari saya bertepuk tangan saat pertunjukkan, saya menuju meja hidangan untuk yang kedua kalinya.
Babi guling – nama yang menggambarkan cara memanggangnya dengan pemanggang yang diputar-gulingkan dengan tangan yang diletakkan di atas api – bukan hal yang lazim ditemukan di Indonesia, sebuah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Tetapi Bali merupakan sebuah anomali: sebagian besar penduduknya menganut Hindu Dharma, Hindu yang dikombinasikan dengan kepercayaan tradisional lokal, yang berarti babi – yang biasanya dilarang di negara Islam – sangat mudah ditemukan di sini. Bahkan, makan bali guling di Bali bisa jadi merupakan pengalaman bersantap paling unik di negara ini.
Pada masa lalu, suatu pesta babi guling biasanya diselenggarakan dalam upacara ritual besar : perkawinan dan pemakaman, tentu saja. Tetapi acara syukuran bayi berusia tiga bulan atau tanggalnya gigi susu pertama juga bisa menjadi dasar untuk menyajikan babi guling.
Bagaimanapun sekarang ini, boleh jadi karena pariwisata besar-besaran sejak beberapa dasawarsa telah mengubah dan mengkomersialisasi Bali, restoran terbuka yang santai bertebaran di seluruh Bali dengan menyajikan menu spesial babi panggang muda.
Beberapa hari setelah setelah untuk prtama kalinya mencoba hidangan itu di Jimbaran, saya pergi ke Ubud, kota yang menyediakan banyak peluang untuk mencobanya tanpa disertai pertunjukan tarian tradisional.
Tidak melulu soal daging
Tanyalah pada setiap orang di mana menyantap babi guling di Ubud – yang dikenal dengan monyetnya, pura dan perempuan barat dengan tikar yoga yang ingin melakukan chaturanga – dan mereka akan menunjukkan kepada Anda arah menuju Ibu Oka (Jalan Tegal Sari No. 2; 62-3-61-97 / 6345), tempat makan babi guling terkenal yang oleh banyak orang dianggap merupakan patokan kelezatan babi guling.Di sini, saya bertemu dengan Chris Salans, seorang chef Prancis-Amerika yang mengelola dapur di restoran Mozaic dan Spice yang terkenal. Dia telah tinggal di Bali selama 20 tahun dan tahu banyak mengenai babi guling.
Saya berterimakasih kepada dia karena meluangkan waktu untuk bertemu. “Anda becanda?” kata dia. “Kapan saja orang bertanya kepada saya apakah saya dapat ditemui dan mengobrol tentang babi guling, saya akan selalu bersedia!” Salans tidak menyajikan babi guling di restorannya, dan warung ini tempat dia tuju ketika dia menginginkannya.
Dengan piring-piring yang berisi babi di depan kami, Salans menjelaskan berbagai tahapan pembuatan hidangan itu: ”Kunci untuk membuat babi guling yang enak”, kata dia “Itu tidak melulu tentang dagingnya. Harus ada sayuran yang bagus” – dalam kasus ini, kacang panjang berbumbu rempah“ juga nasi yang pulen, daging yang empuk, dan satu atau dua potongan kulit yang garing.” Oh yah,” tambah dia “harus ada campuran rempah yang dapat meletup di mulut Anda.”
Campuran rempah itu disebut basa gede, arti harfiahnya yaitu “campuran besar rempah-rempah,” dan nama itu tidak berlebihan. Bumbu rempah itu terdiri dari bawang merah, bawang putih, jahe, lengkuas, kencur, kunyit, kemiri, cabai rawit, ketumbar, lada hitam, daun salam, dan garam, ditambah terasi. Bagi orang Bali, itu seperti garam dan merica, yang digunakan dalam hampir setiap hidangan di pulau sepanjang 111 km dan lebar 152 km ini.
Cara memasak
Tidak mungkin untuk memasak babi guling di rumah kecuali Anda memasak seeekor babi utuh. Anda tidak dapat memilih sepotong daging babi dari pusat perbelanjaan dan berharap nantinya bisa dibuat menjadi seperti babi guling ala Bali yang sesungguhnya, dan itu sebabnya banyak orang hanya mencarinya di restoran kecil – termasuk yang menjadi favorit seperti Candra di Denpasar (Jl Teuku Umar, Denpasar; 62-3-61-22-1278) dan Dobel di Nusa Dua (Jalan Srikandi No 9, Nusa Dua; 62-3-61-77-1633).Atau, mereka mendatangi orang seperti Putu Pande, yang selama dasawarsa terakhir menghabiskan waktu membuat babi guling di halaman belakang rumahnya untuk berbagai restoran dan acara pribadi.
Berada di halaman itu seperti berada di sebuah bengkel babi guling terbuka. Bermacam babi muda dipanggang di atas api. Dua pekerja mengisi usus – yang digunakan sebagai bungkus sosis – dengan daging dan bagian lain. Dodo, anak Pande, membawa saya melihat proses pembuatan babi guling, dan saya menyadari bahwa kami memasuki prosesnya sejak awal ketika saya melihat salah seorang pekerja mengeluarkan seekor babi berusia lima bulan dari kandangnya, memotong tenggorokannya dan menampung darahnya ke dalam ember untuk kemudian digunakan dalam sosis.
Ketika babi akhirnya terbaring tak bergerak, kru yang lain lalu menyiram air panas di atasnya dan menghilangkan bulunya. Perutnya dibelah dan isi perutnya dikeluarkan.
Dodo memberikan penjelasan tahap demi tahap yang mengerikan: ”Itu perut Itu jantung. Itu hati.” Akhirnya, basa gede dimasukkan ke dalam tubuh babi, perut dijahit, dan kulit dilumuri dengan kunyit dan mulut disodok dengan galah logam. Siap untuk dimasak.
Ketika para pekerja membolak-balik babi yang dipanggang, Dodo menjelaskan bahwa teknik ini hampir tidak berubah selama bertahun tahun. “Kecuali untuk galah logam sebagai alat pemanggang – dulu kami menggunakan bahan kayu – kami masih mempraktekkan apa yang dilakukan nenek moyang kami.”
Beberapa jam kemudian, seluruh babi panggang disajikan di meja kami. Dodo membuka perutnya dan menaruh campuran rempah dalam sebuah mangkuk. Kemudian dia mencabik kulit yang berwarna coklat keemasan, mengupasnya seperti cat yang terkelupas, mengiris daging di bagian kaki dan mengolesnya dengan campuran rempah-rempah.
Saya menaruh beberapa potong daging dalam secabik kulit dan menyantapnya bagai kue kering isi keju. Daging yang “basah” bercampur dengan potongan kulit, merupakan salah satu yang terbaik yang pernah saya santap.
Dan semakin lebih lezat lagi ketika dia memberi saya sepotong daging punggung, yang lebih lunak dan berair disbanding kaki. Perut dan, akhirnya, bagian yang paling kenyal dan lezat dari seekor babi – pipi – menyusul.
Orang-orang bersantap babi guling yang dimasak selama sekitar dua jam.
Tak berapa lama, ibu Dodo menaruh mangkok besar yang berisi nasi di atas meja. Juga kacang panjang. Kami menumpuk semuanya di atas piring, menambah lagi daging babi guling itu, dan melanjutkan makan.
Setelah beberapa menit, saya akhirnya mendongak dari piring saya dan menyadari suasana sepi menyelimuti halaman. Semua orang –yang berjumlah lebih dari 10 orang- duduk mengelilingi meja atau di lantai dengan piring berisi babi guling di depan mereka. Mereka semua makan dalam keheningan – makan dengan tangan, yang biasa dilakukan di sini – dengan wajah yang tampak puas.
Pulau paling magis ini menjalankan sihirnya dalam bentuk hidangan babi yang paling lezat di planet ini. Akan sangat menyenangkan andai saya harus duduk selama pertunjukan tarian tradisional – asal saya dapat memperoleh piring yang terisi babi guling ini.
Source/ Sumber: http://www.bbc.com/indonesia/vert_tra/2015/12/151130_vert_tra_babiguling?ocid=socialflow_facebook
No comments:
Post a Comment